Wednesday, 21 October 2015




(Bojonegoro,20/10)-Riuh suara penggembira acara malam itu menimpali pembicara-pembicara ketika beraksi di pangggung. Para sesepuh menikmati acara tahunan malam itu, mengenakan pakain abdi dalem sebagai keharusan mereka. DI tepi-tepi sepanjang jalan area alun-alun, diberi lilin seakan menyambut pengunjung dengan cahaya atmosfer yang berbeda. 
Pada tanggal itu, 19 Oktober 2015 menjadi puncak acara perayaan HUT Bojonegoro yang ke- 338 dan mengisi hari jadi itu dengan acara Grebeg Berkah Jonegoroan di alun-alun Kota Bojonegoro. Ribuan masyarakat ikut berpartisipasi memeriahkan puncak acara hari jadi Bojonegoro.
Sebelum acara Grebeg Berkah dimulai, diawali dengan acara pengambilan api abadi dari khayangan api yang sering dikenal sebagai tempat wisata mistis Jonegoroan. Api tersebut lalu disambut, dan di kawal oleh para  kange-yune untuk di semayamkan di Pendopo Malowopati Pemkab Bojonegoro.

Tarian khayangan api menjadi pembuka acara dalam menghibur tamu sebelum api abadi sampai di pendopo. Tari-tariannya yang lincah sempat mengantarkan kelompok tersebut menjadi juara umum Nasional.
Dalam acara Grebeg Berkah ini, Pemkab menyiapkan 1 gunungan tumpeng raksasa, 28 gunungan hasil bumi dari 28 kecamatan dan 1000 tumpeng dari seluruh desa di kota Bojonegoro yang akan di sajikan memeriahkan prosesi ini. Gunungan-gunungan ini sesuai adat di hanya boleh gotong oleh perawan dan perjaka.  
Prosesi Grebeg Tumpeng ini adalah sebagai bentuk syukur atas hasil bumi dari Tuhan kepada masyarakat Bojonegoro. Gunungan tumpeng yang berisi hasil bumi tadi pun akan di perebutkan, setelah do’a selesai dibacakan dan sambutan Bupati Bojonegoro, Suyoto selesai. Sambutan dari beliau yang menghibur dan tegas kian menghimbau masyarakat agar tertib dalam mengikuti semua rangkaian acara dalam Grebeg Berkah tersebut.
Masyarakat pun akhirnya memperebutkan hasil bumi dari gunungan tadi, berusaha mendapatkan hasil bumi yang di anggap besar, sebagai kepercayaan agar berkah yang datang kemudian hari akan semakin besar pula. Tumpeng tumpeng pun juga di perebutkan untuk makan bersama. Indahnya berbagi, semua perebutan tadi di lakukan dengan suka cita dan penuh ketertiban tanpa merugikan pihak yang lainnnya.
Senyuman penuh syukur tergambar di setiap wajah masyarakat Bojonegoro, menikmati semua rangkaian acara grebeg berkah sambil mendoakan Bojonegoro yang kian panjang umur, dan kokoh tak lekang oleh waktu. (Nataniawt)



Grebeg Berkah Jonegoroan 2015

Sunday, 18 October 2015





(Bojonegoro, 18/10)-Agrowisata kebun belimbing Ngringinrejo Bojonegoro adalah wisata perkebunan yang berlokasi di Jl. Letjen Soedirman, Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Kebun ini luasnya sekitar 19.3 hektar. Terpampang monumen buah belimbing menyambut pengunjung sebagai ikon desa tersebut.

Varietas belimbing yang dibudidayakan adalah belimbing madu (averrhoacarambola) yang berwarna kuning keemasan ditambah rasanya yang manis. Belimbing ini dipatok dengan harga perkilonya berkisar Rp. 3.000 sampai Rp. 4.000. Setiap belimbing tersebut biasanya dapat berukuran lebih dari 300gr.

Sudah tampak perubahan-perubahan yang terjadi sekarang apabila dibandingkan dengan pertama kali saya ke area tersebut pada tahun 2013. Akses yang menuju kebun belimbing sudah baik dengan aspal ataupun paving, tidak seperti dulu yang masih berupa tanah. Ketika memasuki kebun belimbing, sudah ada area parkir yang sudah dikelola dengan baik, sekelilingnya pun terdapat gazebo-gazebo sebagai tempat perisitirahatan. Untuk biaya parkir ditarik Rp 2.000 per kendaraan dan Rp 1.000 untuk biaya masuk perkebunan belimbing.



Jalan setapak di kebun ini juga sudah baik, layak tempat wisata di umumnya. Di kedua sisinya di pagari batang bambu yang sudah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pengunjung yang merusak belimbing sebelum musim panen. Belimbing-belimbing yang masih dalam masa tanam, dibungkus dengan plastik tipis sejak bunganya mulai berubah untuk mencegah kerusakan dari faktor binatang dan cuaca.



Tempat tersebut terjaga dengan baik kealamiannya, dengan monyet-monyet dan binatang lain berkeliaran tanpa adanya gangguan pada pengunjung. Pengambilan air pun saat musim kemarau masih diakali dengan sumur tradisional yang menggunakan tenaga manusia.


Meski sebagian besar pohon belimbing memenuhi tempat tersebut, terlihat juga pohon-pohon lainnya yang dijaga pula dengan baik seperti jambu air, pepaya, pisang, dll. Mendekati tempat parkiran atau arah pulang, mulai terlihat banyak gazebo yang menjual belimbing, buah-buah lainnya, bumbu rujak, rujak yang sudah jadi, dan berbagai macam minuman, serta olahan buah-buahan sebagai oleh-oleh.

Perkebunan ini dikelola oleh 98 petani belimbing dan hasil produksi belimbing langsung dijual pada pengunjung. Sekitar 10.000 pohon yang telah dibudidayakan dapat menghasilkan 60 ton belimbing sekali panen. Masa panen bisa berlangsung 3-4 kali dalam setahun.

Dengan adanya agrowisata belimbing ini, tentu membantu besar dalam meningkatkan perekonomian warga setempat, juga mempromosikan Bojonegoro dengan keuletan petani-petaninya yang bekerja keras mengelola dan menjaga dengan baik kebun ini, belimbing madu yang mempunyai ciri khas sendiri, dan industri pariwisata kreatif yang masih dalam tahap pengembangan. (Nataniawt)















Agrowisata Kreatif Kebun Belimbing Ngringinrejo



(Bojonegoro,17/10)-Bojonegoro merupakan salah satu daerah lumbung pangan Indonesia. Sebagai daerah lumbung pangan, tiap tahun kabupaten Bojonegoro menghasilkan 1 juta ton beras. Namun, jika musim kemarau sering terjadi kekeringan sehingga banyak padi yang mati dan menurunkan jumlah produksi. Salah satu untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun saluran irigasi yang bagus.

Irigasi merupakan faktor penting untuk menjaga agar sawah selalu mendapat air yag cukup. Irigasi dapat berasal dari selokan atau dari sungai maupun anak sungai. Masalah utama irigasi di Bojonegoro adalah ketersediaan air. Hal itu dikarenakan pada musim kemarau sumber air di Bojonegoro berkurang bahkan sampai kekeringan. Yang dapat kita lakukan saat ini adalah memperbaiki teknologi untuk irigasi.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan sistem pengairan basah kering. Sistem ini menggunakan konsep pengukuran kedalaman air di sawah dengan menggunakan alat bantu pipa yang dibenamkan hingga tersisa sekitar 15 cm dari permukaan tanah dan mengeluarkan tanah yang terdapat pada pipa kemudian menggantinya dengan air. Air yang ada di dalam pipa tersebut dapat dijadian acuan. Sistem ini sudah terbukti di beberapa negara penghasil padi dan sudah dikaji oleh Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara. Sehingga mungkin dapat diterapkan di Bojonegoro.
(amuf)

Teknologi Irigasi Yang Lebih Mumpuni

Thursday, 15 October 2015

(Bojonegoro,17/10)-Gending jawa mengalun merdu, suara sinden yang menemani kian menambah suasana sesuai cerita yang di bawakan, ditambah lagi bentuk-bentuk wayang yang unik dan penuh corak-corak indah berbaur membentuk keselarasan di pandang mata. Wayang thengul, salah satu kebudayaan Bojonegoro sejak lama. Sayangnya, wayang thengul ini sudah mulai jarang di pertunjukkan lagi, namun keberadaannya tetap di lestarikan di Bojonegoro.
Kata thengul berasal dari kata methentheng dan menthungul, yang berarti karena terbuat dari kayu  berbentuk tiga dimensi, maka sang dalang harus menthentheng (tenaga ekstra) agar menthungul (muncul dan terlihat penonton).
Sejarah yang melingkupi wayang thengul ini masih terbilang samar. Namun dari sejarah yang ada, wayang thengul ini diketahui diciptakan oleh Sumijan sekitar tahun 1930 an. Pada awalnya, wayang thengul ini digunakan untuk mengamen dari satu desa ke desa yang lain. Seiring dengan perkembangan global, wayang thengul ini mulai dikenal masyarakat luas dan mulai berkembang menjadi hiburan yang ditampilkan dalam berbagai acara, seperti hajatan, nikahan, dan bersih desa.
Seperti kesenian wayang golek lainnya, wayang thengul di pentaskan oleh seorang dalang, yang memiliki keahlian dan ketertarikan khusus dalam memainkan wayang. Dalang-dalang tersebut belajar secara nyantrik,  yaitu membantu sambil mempelajari setiap unsur dalam perwayangan thengul pada dala
ng senior.
Wayang thengul yang berbentuk 3 dimensi ini, biasanya dimainkan dengan diiringi gamelan pelog atau laras slendro, sambil menemani suara nyanyian sinden.
Wayang asal Bojonegoro ini cenderung menggelar lakon-lakon wayang gedhog (kisah kerajaan Majapahit), Serat Damarwulan, dan wayang menak dengan lakon-lakon Panji serta cerita para wali pada masa kerajaan Demak.
Untuk bentuk karakter dari wayang tersebut, biasanya di sesuaikan dengan ciri khas cerita dan karakter yang diangkat. Selain bentuk karakter, suara setiap tokoh pun bervariasi. Sama dengan wayang lainnya, kemampuan dalang dalam memainkan cerita dan suara wayang merupakan unsur terpenting dalam suatu pertunjukan wayang dan menjadi penentu kualitas. (Nataniawt)

Wayang Thengul, Warisan Budaya Bojonegoro

Wednesday, 14 October 2015





(Bojoengoro,14/10)-Bojonegoro terkenal dengan kota banjir, memang sebutan itu ada benarnya, hampir setiap hujan turun, banjir menggenangi jalan protokol kota, dan yang paling parah pada saat banjir tahun 2007. Selain itu, setiap musim kemarau, hampir semua kawasan Bojonegoro selatan terjadi kekeringan.
Namun sekarang semua masalah tersebut dapat dihilangkan. Hal itu tampak dari bebagai proyek yang sekarang dikerjakan untuk mengatasi persoalan banjir dan kekeringan yang setiap tahun melanda Bojonegoro. Saat ini, Bojonegoro sudah memiliki bendungan dan rumah pompa air yang tersebar di semua anak sungai. Selain itu, Bojonegoro juga memiliki bendung gerak terbesar di Bojonegoro yang terletak di kecamatan Kalitidu, bendung gerak tersebut tak hanya berfungsi sebagai pengendali debit air di sungai Bengawan Solo, namun juga sebagai jembatan penghubung antar wilayah dan irigasi pertanian.
Selain membangun bendungan, diperlukan strategi jitu yang lain untuk megatasi masalah banjir dan kekeringan di Bojonegoro. Hal itu karena masalah banjir tidak hanya faktor alam saja, namun bisa juga akibat ulah tangan manusia, seperti membuang sampah di sungai atau selokan. Cara yang tepat untuk mengajak masyarakat adalah dengan melakukan sosialisasi, mungkin bisa membentuk suatu gerakan peduli banjir dan kekeringan. Masalah manusia merupakan masalah yang bisa dikatakan sulit untuk ditangani, hal itu dikarenakan dibutuhkannya kesadaran diri untuk melakukan perubahan.
Untuk mengatasi faktor alam, pemerintah akan membangun bendungan lain selain membangun bendungan di Kalitidu. Bendungan yang sedang menjadi pembicaraan adalah bendungan Gongseng dan bendungan Karang Nongko. Bendungan Gongseng tersebut akan dibangun di kecamatan Temayang dan dibangun dengan anggaran sekitar Rp 900 miliar, sedangkan bendungan Karang Nongko akan dibangun  di kecamatan Ngraho sampai kecamatan Kepohbaru. Bendungan tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan banjir serta kekringan di Bojonegoro.

Untuk mengatasi banjir dan kekeringan memang tidaklah mudah, namun dengan usaha dan semangat semua hal itu pasti dapat tewujud. (amf)

Strategi Jitu untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Bojonegoro

Saturday, 10 October 2015











(Bojonegoro, 10/10)-Diterjang kemajuan global pun tak hempas. Mungkin itu yang bisa kita jelaskan tentang adat kebudayaan Bojonegoro. Apalagi bila semua masyarakatnya lestarikan kearifan lokal dengan penuh renjana dan asa. Tapi seperti pepatah terkenal berkata, "Tak kenal maka tak sayang" maka kita semua diajak tuk lebih mengenal permata kebudayaan Bojonegoro yang ada namun kadang kurang nampak di mata awam. Salah satunya teater sandhur khas Bojonegoro.

Sebelum merujuk lebih dalam, mari kita selami dulu pengertian dari sandhur itu sendiri. Arti kata sandhur memiliki beberapa versi. Versi pertama berasal dari bahasa Belanda yakni soon dhor, yang berarti mainan anak – anak. Lalu, juga ada versi dari bahasa Jawa yaitu sawengi ndhur, yang berarti semalam suntuk.


Merujuk dari arti kata sandhur versi pertama, sandhur awalnya merupakan permainan anak muda yang dimainkan dengan tujuan bersenang – senang dan menghibur khalayak, lalu orang – orang Belanda waktu itu melihatnya dan menyebutnya Soon Dhor. Sejak itu, sandhur pun lebih populer di berbagai kalangan, terutama orang-orang Belanda. Sedangkan dari versi kedua, sandhur merupakan acara hiburan yang biasa ditampilkan untuk merayakan hari panen dengan melakukan pementasan wayang orang semalam suntuk. Kala itu, Indonesia belum dijajah oleh Belanda dan sistem kerajaan masih utuh.

Sandhur tidak hanya ada di Bojonegoro. Namun juga ada di daerah Lamongan, Tuban, Blora, Jombang, Situbondo, Bondowoso, dan Madura. Sandhur di daerah Bojonegoro dan kawasan sekitarnya memiliki banyak kemiripan. Meski masih ada aspek-aspek kecil yang membedakannya. Namun sebaliknya dengan sandhur di daerah pandalungan dan Madura, disana sandhur memiliki pakem dan konsep yang berbeda dengan yang ada di daerah bojonegoro dan sekitarnya. Namun dewasa ini, hanya di bojonegoro dan Madura sandhur masih ditemukan aktif. Kita pun harusnya bangga dengan masih terjaganya sandhur di daerah kita.

Keberadaan sandhur di bojonegoro secara sempat hampir punah, dikarenakan pada tahun 60an sandhur yang merupakan kesenian rakyat berada dibawah naungan organisasi lekra, yang mana merupakan organisasi yang dipimpin oleh pihak komunis pada bidang kesenian. Kala itu terjadinya tragedy G30S membuat sandhur dikait kaitkan dengan komunis dan akhirnya sandhur sedikit demi sedikit mulai ditinggakan dan menjadi hampir punah. Namun pada tahun 2000an akhirnya sandhur kembali hidup di Bojonegoro, dan kini sandhur telah menjamur di Bojonegoro, bahkan hampir tiap sma di Bojonegoro memiliki komunitas sandhur sendiri-sendiri dan sering diadakannya juga festifal dan pementasan sandhur oleh para pegiat seni di Bojonegoro.

Cerita dari sandhur sendiri berisi suatu perjalanan hidup salah satu tokohnya yakni, pethak mulai dari dia berangkat merantau sampai bekerja pada wak tangsil dan sampai pethak hidup bahagia. Dahulu kisahnya diceritakan semalam suntuk mulai dari pethak berangkat merantau sampai pethak hidup bahagia. Namun dewasa ini cerita sandhur sudah banyak dimodifikasi agar bisa diterima khalayak umum dan tidak membosankan, cerita-cerita yang diangkat pun bisa dari masalah masalah masa kini.

Penokohan dalam lakon sandhur ini terdapat 5 tokoh utama. Yang merupakan tokoh pakem yang tidak boleh dihilangkan di dalam setiap lakon. Tetapi boleh juga ditambah beberapa tokoh pendukung. Tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Balong, berasal dari bahasa Jawa balung yang berarti tulang. Balung melambangkan sesuatu yang liar seperti tulang dari daging yang telah dimakan binatang buas. Tokoh ini merupakan tokoh yang identik dengan kejahatan, atau kesyirikin, atau sifat yang nakal. Namun tidak menutup kemungkinan menjadi tokoh protagonis dengan perangai yang agak kasar.
  2. Pethak, berasal dari bahasa Jawa pethak yang berarti putih. Tokoh ini merupakan perwujudan seorang manusa yang suci dan bersih, tapi tidak bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk, seorang yang masih plos dan berpendirian kuat, jalan hidupnya selalu lurus.
  3. Cawik, berasal dari bahasa Jawa cawik, yang berarti membersihkan sesuatu yang kotor. Tokoh yang suci bersih dan bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Dan tidak mau melakukan yang buruk.
  4. Wak Tangsil, berasal dari bahasa Belanda. Merupakan sosok pria paruh baya, seorang dengan kedudukan dan pendidikan yang tinggi, seorang yang kaya raya. Namun meskipun begitu memiliki perangai yang buruk, yakni sifatnya yang kasar, sombong, egois, dan seenaknya sendiri. Sosok yang sudah bisa membedakan mana yang benar mana yang buruk tetapi justru melakukan hal buruk dikarenakan tidak bisa mengendalikan nafsu.
  5. Germo, dalam lakon sandhur selalu menjadi orang tua angkat dari cawik. Seorang yang arif dan bijaksana, merupakan sosok pemimpin dalam setiap pementasan sandhur. Seringkali terjadi perselisihan antara Germo dengan Wak Tangsil.
Pendukung pementasan Sandhur. Dalam pementasan sandhur, tidak hanya terdapat para pemeran wayang orang. Tetapi juga para pendukung pementasan, yaitu seperti berikut:
  1. Jaranan, biasanya terdiri dari empat orang pria memainkan tarian jaranan, namun dewasa ini telah divariasi dengan menggunakan penari perempuan. Dahulu kala sebelum pementasan para penari jaranan diberi jampi – jampi agar mengalami kerasukan sehingga bisa menghayati tariannya. Jaranan ini berfungsi sebagai pementasan pembuka untuk menarik perhatian penonton agar berdatangan untuk menonton pementasan sandhur.
  2. Kalongking, merupakan sebuah atraksi atau acrobat yang dilakukan seoang pria pilihan. Bentuknya pementasannya adalah seorang pria memanjat sebuah batang bamboo setinggi 10 meter kemudian berakrobat di sebuah tali tambang yang diikat pada dua buah bamboo setinggi 10 meter. Pria tersebut akan melakukan berbagai kegiatan di tambang tersebut, mulai dari makan, tidur, menari secara vertical dengan bergelantungan kebawah, dan berputar2 di tali tersebut. Kemudian pria itu akan turun melalui bamboo di seberang dengan kepala dibawah. Dahulu pemain kalongking sebelum pementasan juga diberi jampi – jampi sehingga mengalami kesurupan agar supaya punya keberanian dan diberi keselamatan. Pementasan ini merupakan pementasan penutup setelah selesainya lakon sandhur yang dibawakan anak wayang.
  3. Panjak, panjak merupakan sekumpulan pemain musik dan penyanyi dari tetembangan sandhur. Untuk pemusik sendiri terdiri dari berbagai macam peanjak/pemain alat musk. Tetapi yang secara pakem harus ada adalah panjak gong dan panjak kendang. Sedangkan panjak lainnya berjumlah banyak merupakan penyanyi dan bertugas memeriahkan suasana pementasan.
Mitos yang terdapat pada pementasan sandhur. Sandhur pun memiliki beberapa mitos dalam pementasannya. Beberapa mitos yang membalut suatu pementasan sandhur adalah sebagai berikut:
  1. Pementasan Sandhur sendiri tidak boleh digelar pada Jumat Legi atau malam Sabtu Pahing. Karena dipercaya jika ada pementasan sandhur digelar pada hari itu akan menimbulkan mala petaka.
  2. Tetembangan sandhur. Pada awal pementasan selalu dinyanyikan beberapa tetembangan untuk berdoa kepada sang kuasa agar diberi kelancaran dalam pementasan.
Sampai saat ini, ekstrakulikuler SMA Negeri 1 Bojonegoro merangkul siswa-siswi untuk mempelajari dan melestarikan kebudayaan sandhur Bojonegoro. Ekstrakulikuler ini dinamakan Lorong putih, yang seringkali kita lihat begitu antusias mengikuti berbagai pertunjukan sandhur di wilayah Bojonegoro maupun di luar Bojonegoro. Naskah yang mereka angkat seringkali membahas polemik sehari-hari tanpa meninggalkan unsur tradisi dan budayanya.

Hasil dari kerja keras Lorong Putih seringkali berbuah manis. Terbukti dari keaktivan mereka dalam mengikuti berbagai lomba dan bulan Oktober ini ikut memeriahkan peringatan HUT Propinsi Jawa Timur di Surabaya, 22 anak ikut berpartisipasi membawakan pentas seni Sandhur dengan judul Keris Jangkung Luk Teluk Blong Pok Genjo.
Lantunan tembang iring-iringan dan riuhnya senggak-senggok jadi pengantar malam itu, memberi penonton atmosfer baru sambil menampilkan aura sandhur yang menakjubkan. Sambil menikmati perrtunjukan sandhur kala itu, suatu kearifan dan permata Bojonegoro mulai muncul tunjukkan pesonanya. (Nataniawt)




Kebudayaan Teater Sandhur Bojonegoro

Thursday, 8 October 2015

(Bojonegoro, 12/10)-Edukasi menjadi unsur terpenting dalam pembangunan bangsa, di mana apa yang di tanamkan pada otak pemuda pemudi indonesia mempengaruhi kepemimpinan dan berlangsungnya bangsa ini. Kelak, segala kemajuan dan adanya negeri ini sepenuhnya berada di dalam genggaman tangan para remaja masa kini. Oleh karena itu, tentu dibutuhkan penanaman karakter yang kuat di samping nilai akademis.
Dalam penanaman kedua hal penting tersebut ke dalam otak penerus bangsa, negara dan beberapa pihak sudah memfasilitasi suatu lembaga resmi yang secara awam sering kita sebut sekolah. Dengan bersekolah, pendidikan akademis dan karakter bisa secara langsung didapatkan  dari teman dan gurunya dalam konteks interaksi. Sehingga, mau tak mau, karakter anak tersebut akan mengalami kecenderungan sesuai dengan lingkungannya.
Seiring derasnya tantangan edukasi di kancah global, sekolah selalu berusaha memberikan yang terbaik, memberi manfaat, dan menanamkan apa yang dari awal sudah menjadi visi misi wajib.
1.      Menigkatkan kemampuan akademis anak
Di sekolah, seluruh bagian otak kita diarahkan agar digunakan ke hal yang baik, mulai dari menghafal, menganalisa, memecahkan masalha, logika, dan lainnya.
2.      Melatih fisik dan karakter
Banyak hal yang dilakukan sekolah, demi tertanamnya karakter dan fisik baik pada siswanya. Seperti contoh:
·         Dengan mengharuskan siswa datang ke sekolah sesuai waktunya, secara perlahan siswa juga diajarkan menjadi pribadi yang lebih tanggung jawab dan disiplin.
·         Adanya kegiatan-kegiatan non-akademis yang diarahkan oleh sekolah tentu juga bertujuan baik untuk anak didiknya, seperti LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan), Ekstrakulikuler, ataupun  lomba-lomba yang diadakan di dalam sekolah atau di luar sekolah. Hal hal tersebut bisa menyalurkan energi atau bakat siswa dalam  hal yang positif. Daya kreativitas siswa pun bisa meningkat seiring dengan latihan dan sarana yang diikuti.
·         Seringkali kita menemukan “kerja kelompok” dalam suatu pembelajaran. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan tingkat interaksi anak, bagaimana bisa berkomunikasi yang baik dengan teman-temannya, sekaligus menyelesaikan masalah yang diberikan. Dalam kerja kelompok ini, kita diajarkan  menjadi pribadi yang tidak egois, bisa bekerja sama, dan menghargai orang lain.
·         Diadakannya ujian, selain untuk mengetahui sampai mana tingkat pembelajaran kita, juga memberikan suatu pilihan pada peserta, di mana peserta bisa bebas memilih untuk jujur atau tidak, mengerjakannya dengan kemampuan sendiri atau dengan cara yang kurang benar lainnya.
·         Piket dan lomba-lomba kebersihan mengajak siswa untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan menumbuhkan jiwa sosial.
·         Banyak terpasangnya slogan-slogan atau poster di sekolah meningkatkan daya kreativitas siswa, dan bersifat mengajak siswa lainnya untuk mengikuti hal-hal baik yang tertulis pada slogan tersebut. Misalnya, slogan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun).

3.      Sebagai identitas diri
Identitas sekolah yang melekat pada siswa mengacu siswa untuk menjaga nama baik sekolah. Dalam tujuan mennjaga nama baik, siswa pun berusaha lebih berprestasi, tidak berbuat hal yang melanggar peraturan atau norma di khalayak umum, dll.
Adapun identitas yang didapat siswa setelah tamat sekolah. Siswa yang lulus dari suatu institusi pendidikan akan mendapatkan suatu seritifikat resmi atau yang sering kita sebut dengan ijazah. Ijazah tersebutlah yang juga berperan penting dalam meraih cita-cita yang selama ini kita impikan. Ijazah itu juga sebagai bukti bahwa kita adalah pribadi yang terpelajar.

Dengan manfaat-manfaat sekolah yang telah di sebutkan di atas, kita tahu salah satu amanat dari pendiri negeri ini seperti yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa pemerintah memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah tak bisa dipungkiri, kita tidak bisa sekedar menutup mata dan melestarikan budaya sikap apatis mengetahui banyak anak-anak Bojonegoro yang terpaksa tidak bisa menempuh pendidikan. Kepalas Dinas Pendidikan Bojonegoro, Khusnul Khuluq menyampaikan bahwa menurut klarifikasi data anak-anak usia 7-18 tahun yang tidak mengeyam bangku sekolah mencapai 667 anak untuk tingkat sekolah dasar (SD), 1.103 untuk tingkat sekolah menengah pertama (SMP), dan 2.221 untuk jenjang sekolah menengah atas (SMA).
            Melihat realita inilah, pemerintah Kabupaten Bojonegoro membuat gebrakan baru untuk menyelesaikan masalah di atas yang disebut “Gerakan Ayo Sekolah”. Meskipun telah beberapa tahun pemerintah memberikan bantuan melalui dana BOS, buktinya bantuan itupun belum bisa melancarkan program wajib belajar 9 tahun. Sedangkan gerakan ayo sekolah ini merupakan langkah riil yang ditempuh pemerintah kabupaten Bojonegoro dengan memberikan dana kepada anak-anak usia sekolah, terutama usia 7-18 tahun. Dana alokasi kuhsus (DAK) pendidikan di alokasikan untuk anak-anak SMA sederajat sebesar 500 ribu rupiah dan di tahun 2016 mendatang akan ditingkatkan menjadi 2 juta rupiah.
            Bupati Bojonegoro, Drs. H. Suyoto, pada acara launching “Gerakan Ayo Sekolah” di Pendopo Kecamatan Dander (15/6) memerintahkan kepada para kepala desa untuk memberikan bantuan berupaa seragam, sepatu, dan peralatan sekolah bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Pemerintah desa pun berkewajiban untuk turut serta membantu anak-anak kembali bersekolah dan meningkatkan relevasi kualitas pendidikan baik berupa out put dan out came.
           




Dari sekian banyak manfaat sekolah yang kita ketahui dan usaha pemerinah dalam mencerdaskan masyarakat Bojonegoro, masihkah kita harus menyepelekan sekolah? Terlalu banyak kegunaan sekolah yang sayang apabila dibuang. Apalagi, masa-masa sekolah yang indah ini tak layak kita coreng dengan tinta merah .  Menghabiskan waktu  bersama teman-teman sambil meraih mimpi merupakan hal yang patut kita syukuri, selagi kita masih bisa bersekolah dan mendapat kesempatan. Tunggu apalagi? Ayo sekolah! Raih cita-citamu setinggi langit, dan tinggalkan jejak teladan untuk generasi selanjutnya!  (Nataniawt)

Ayo Sekolah Untuk Bojonegoro

 
All About Bojonegoro © 2015 - Blogger Templates Designed by Templateism.com